Jakarta, 22 Agustus 2025 – Kebijakan tunjangan rumah bagi anggota DPR kembali menjadi sorotan publik. Setiap anggota dewan periode 2024–2029 dijanjikan menerima Rp 50 juta per bulan sebagai pengganti rumah jabatan yang dianggap tidak layak pakai.
Dengan total 580 anggota, kebijakan tersebut berpotensi menguras APBN hingga Rp 348 miliar per tahun atau sekitar Rp 1,74 triliun dalam lima tahun ke depan. Angka fantastis itu langsung menuai kritik dari berbagai pihak.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai keputusan DPR berlebihan dan tidak sensitif terhadap kondisi masyarakat. Menurut ICW, dana sebesar itu sejatinya bisa digunakan untuk menggaji 36 ribu guru dalam setahun. Klaim DPR bahwa harga sewa rumah di kawasan Senayan setara Rp 50 juta per bulan juga disebut tidak masuk akal.
Pihak DPR berusaha memberikan penjelasan. Ketua Banggar DPR Said Abdullah menyebut tunjangan lebih efisien dibandingkan biaya perawatan dan renovasi rumah jabatan yang nilainya mencapai ratusan miliar rupiah. Sementara Ketua DPR Puan Maharani menegaskan kebijakan tersebut telah melalui kajian dan disesuaikan dengan harga sewa rumah di Jakarta. Namun, ia tidak menutup kemungkinan adanya evaluasi jika masyarakat menilai kebijakan ini tidak tepat.
Meski ada pembelaan, polemik terus berkembang. Kritik publik menyoroti bahwa alokasi anggaran triliunan rupiah untuk tunjangan rumah dewan tidak sejalan dengan kebutuhan mendesak masyarakat, terutama di sektor pendidikan dan kesejahteraan.